Sabtu, 07 Mei 2011

Pelanggaran HAM Yang Terabaikan Merupakan Sumber Salah Satu Permasalahan Di Dunia Pemasyarakatan



Wawancara dengan Mashudi, Kakanwil Depkumham Sumut dengan REPUBLIKA

Salah satu persoalan pokok dalam peringatan Hari Hak Asasi Manusia (HAM) dunia tahun ini, masalah HAM di lembaga pemasyarakatan (LP). Indonesia menjadi salah satu negara yang dituding kurang memperhatikan HAM bagi narapidana. Baru-baru ini pemerintah menyatakan segera memperbaiki fasilitas di LP dan rumah tahanan (rutan).

Mantan direktur Bina Bimbingan Kemasyarakatan Ditjen Pemasyarakatan, Mashudi, membagi pengalamannya dalam studi banding ke sejumlah negara. Berikut wawancara wartawan Republika , Nian Poloan dan Selamat Ginting dalam kesempatan terpisah dengan Mashudi, yang kini menjadi Kepala Kantor Wilayah Departemen Hukum dan HAM di Sumatra Utara. Berikut kutipannya:

Apa yang Anda pahami dengan pelanggaran HAM?
Secara definisi mungkin semua orang sudah bisa memahami apa yang dimaksud dengan pelanggaran HAM. Tapi, pelanggaran HAM itu tidak bisa disamaratakan. Ada pelanggaran berat HAM seperti genoside. Menurut saya, baru bisa dikatakan melanggar HAM, jika dalam melaksanakan tugasnya, tidak berdasarkan peraturan yang ada.

Jika konteksnya di LP?
Itu sudah diatur semuanya di dalam UU No 12 tentang LP. Contohnya hak narapidana untuk melaksanakan syariat agama. Otomotis pihak LP harus menyediakan sarana ibadahnya, tenaga untuk pembinaan keagamaan, sekaligus juga mengawasi pelaksanaannya. Jadi, jangan masjid dibiarkan kosong. Begitu juga dengan hak pendidikan, kesehatan, dan makanan sehat. Ada 13 macam hak seorang napi di dalam LP.

Bagaimana dengan hak yang melekat pada narapidana?
Hak-hak itu harus dipenuhi. Kalau tidak dipenuhi berarti organisasi itu belum bisa memenuhi hak-hak orang dengan semestinya. Itu memang belum termasuk pelanggaran HAM. Karena, di sini ada ketidakmampuan pemerintah untuk memenuhi hak-hak tersebut. Kalau sampai pada tingkat hak-hak seorang napi dirampas, baru itu masuk pelanggaran HAM.

Apa saja hak-hak narapidana yang sudah dipenuhi maksimal?
Tidak ada, semuanya tidak maksimal. Ada ruang ibadah, tapi tidak ada ustaz atau pendeta. Ada klinik kesehatan, tapi tidak ada dokter atau perawat. Ada ruang pendidikan, tapi tidak ada guru yang mengajar. Padahal, seseorang yang sudah dirampas kemerdekaannya dan ditaruh di dalam LP atau rutan, wajib dipenuhi hak-haknya tersebut.Bagi yang dewasa harus ada program pendidikan Paket A dan B, bagi yang anak-anak harus ada pendidikan paket khusus. Kalaupun ada, tidak menjadi suatu gerakan yang serempak di dalam semua LP atau rutan.

Kalau di bidang kesehatan?
Di bidang kesehatan lebih parah lagi. Di Sumatra Utara ada 17.000 napi dan tahanan. Masih ada LP atau Rutan yang tidak ada tenaga medisnya. Tenaga medis hanya tersedia di LP dan Rutan kelas I, Lapas kelas II, dan lapas di kota-kota besar. Tapi, di tempat-tempat lain sama sekali tidak ada. Bagaimana kita bisa memberikan pelayanan kesehatan untuk 17.000 ribu orang? Itu kan diperlukan ruang kesehatan, sarana kesehatan, tenaga dokter, tenaga medis, dan obatan-obatan.

Di Padang Sidempuan dan Panyabungan (Sumut) serta daerah-daerah lain sama sekali tidak ada pelayanan kesehatan. Sembilan puluh persen di LP kita tidak ada tenaga kesehatan. Begitu banyak yang ditahan dengan ruangan terbatas, sangat tidak memenuhi syarat untuk hidup layak. Satu kamar yang semestinya diisi 10, diisi 40 sampai 50 orang.

Apa ini bukan pelanggaran HAM terstruktur?
Anda bisa menilai sendiri. Menurut saya ini sudah secara struktur masuk pada pelanggaran HAM yang terabaikan. Yang paling penting adalah soal tempat tinggal. Itu adalah hal-hal yang sangat mendasar. Bagaimana mungkin orang bisa hidup dalam ruangan yang terbatas, dengan jumlah orang yang begitu banyak? Apalagi hidup di situ tahunan. Ini beban.

Apa efeknya?
Efeknya luar biasa. Antara lain, penularan penyakit. Bisa dibayangkan, rumah yang harusnya diisi lima orang, tiba-tiba kita kedatangan tamu 10 orang. Kapasitas dapur, kamar mandi, tempat tidur, dan ruang tamu tidak memungkinkan lagi, untuk menampung kedatangan tamu tersebut. Untuk tidur nyaman tidak mungkin. Di LP memang tidak perlu tidur nyaman, tapi yang penting dia bisa tidur dengan kaki lurus, antarorang dengan orang tidak mudah bersentuhan, apalagi ini tinggal bersama bertahun-tahun. Tinggal bersama dengan orang yang jarang mandi, berpenyakit, dan lain sebagaimanya. Ini derita yang luar biasa. Kondisi sekarang ini jauh lebih buruk dari tahun 1970-an.

Ada kesan pemerintah membiarkan?
Nilai sendirilah. Bangun LP bisa tujuh tahun baru selesai. Sedangkan dalam tujuh tahun itu, sudah berapa narapidana yang bertambah. Hati kecil saya tidak tega melihat orang sore hari mereka digembok, tidak pakai baju karena panas dan duduk dalam kondisi rapat. Kalau ada aja satu orang yang sakit mata, tentunya satu blok akan sakit mata semua.

Ketidakseriusan atau ketidak mampuan pemerintah?
Saya tidak tahu, di mana sebenarnya yang terjadi dalam pengelolaan LP ini. Apa yang dianggap penting itu yang mana. Sehingga, ada LP yang satu ruangannya dipakai untuk segala bentuk acara, mulai dipakai untuk shalat berjamaah, pelantikan pejabat, briefing , darma wanita, arisan, acara musik, acara gereja, dan sebagainya.

Kalau dikaitkan dengan pertumbuhan ekonomi?
Kita melihatnya begini, pada saat pertumbuhan penduduk meningkat, otomatis sekolah harus tambah, pasar harus harus tambah, jalan harus tambah, rumah ibadah harus tambah, puskesmas harus tambah. Intinya semua sarana umum harus tambah, termasuk penjara, LP juga harus tambah. Karena kenaikan penduduk, otomatis mau tidak mau pasti akan berpengaruh pada tingkat kejahatan. Tidak ada negara dengan penduduk yang besar, tingkat kejahatan menurun.

Paling tidak keseimbangan itu pasti ada. Kejahatan itu melekat pada kehidupan orang, sejak lahir anak, sudah ada kejahatan, sudah ada pembunuhan, sudah ada fitnah, dan lainnya. Menurut saya, kejahatan itu bukan menular, tapi muncul dari orang. Orang tidak bisa mempelajari kejahatan, tapi orang bisa mempelajari cara melakukan kejahatan.

Sesungguhnya pertumbuhan LP seperti apa?
Secara nasional, narapidana di Indonesia mulai meningkat pesat di tahun 2004. Semua bentuk kejahatan itu muncul pada 2004. Tahun 2001, 2002, 2003 itu masih antara 50 sampai 70 ribu se-Indonesia. Begitu masuk 2004, sudah mulai masuk jumlah ratusan ribu. Saya perkirakan, dalam jangka waktu 10 tahun lagi, isi LP dan rutan di Indonesia bisa mencapai 300 ribu. Ini kalau tidak ada upaya lain bagaimana meredam tingkat kejahatan,
Sementara pertumbuhan LP sangat lambat, tidak sampai satu persen.

Di Jakarta zaman Belanda, misalnya, sudah ada Cipinang, Salemba. Dulu ada Bukit Duri, dan sekarang Bukit Duri sudah tidak ada. Ada muncul LP Pondok Bambu baru, dulu ada LP Glodok. Sekarang Cipinang dipecah menjadi dua, ada yang namanya lapas kelas I Cipinang dan narkotika, rutan Cipinang, belum untuk kantor.

Tapi, bangunannya tetap satu. Berarti di Jakarta tidak ada pertumbuhan LP. Bisa dibayangkan tahun 1950-an sampai sekarang, berapa persen pertumbuhan penduduk di Jakarta? Begitu juga di Bandung dan Bogor, tidak ada pertumbuhan LP. Pertumbuhan LP sangat lambat. Ini karena membangun LP bisa tujuh tahunan. Tahun pertama beli tanah, tahun kedua buat pagar tembok pembatas tanah, tahun ketiga tembok keliling, tahun keempat bangun blok, tahun kelima bangun perkantoran, tahun keenam organisasi muncul, dan tahun ketujuh operasional.

Dibandingkan dengan negara tetangga bagaimana?
Di negara lain, seperti Malaysia, Vietnam, Thailand, Jepang, rumah penduduk kecil-kecil, tapi penjaranya luar biasa. Penjara dari zaman kaisar masih utuh. Di Vietnam, penjaranya sangat luas, padahal negaranya tidak terlalu kaya. Saking luasnya batas keliling temboknya tidak kelihatan.

Di Malaysia, saya pernah masuk ke penjaranya, 300 meter sebelum pintu gerbang sudah steril. Ini menunjukkan luasnya LP tersebut. Masuk ke dalam, puluhan meter belum ketemu napi. Tidak ditemukan tahanan dalam jarak dekat. Tidak seperti kita di sini, buka gerbang sudah kelihatan narapidana. Aroma bau tak enak sudah terendus.

Di Malaysia, untuk memenuhi keinginan para napinya, dibangun gedung LP yang membuat penghuninya enak dengan biaya triliunan. Orang yang dimasukkan ke dalam penjara Malaysia merasa aman, tenteram, dan tidak pernah memilikirkan melarikan diri. Ini karena kebutuhan semuanya dipenuhi. Itu membuat yang melaksanakan pekerjaan menjadi enak.

Artinya wajah penjara sejak zaman penjajah tidak berubah?
Saya melihat kesungguhan untuk membangun LP yang baik, mulai gedung, petugas, sistem itu yang nyaris tidak ada. Ini karena cara pandang kita dalam penegakan hukum ada yang salah. Orang banyak menganggap penegakan hukum itu selesai setelah orang diadili. Pemahamannya masih seperti itu.

Padahal, penegakan hukum itu, seharusnya sampai orang itu selesai menjalankan hukumannya dan kembali ke masyarakat. Itulah penegakan hukum. Perhatian sampai di situ saja penegakan hukum kita. Anggaran untuk polisi dan jaksa bisa sampai triliunan, tapi di pemasyarakatan rendah sekali.

Benarkah kondisi LP sekarang ini lebih buruk dari zaman Belanda?
Menurut saya, Belanda itu merancang LP untuk sekian tahun mendatang. Contoh LP anak di Tangerang, LP Cipinang di Jakarta, dan LP Suka Miskin di Bandung, itu semua bangunan Belanda. LP Suka Miskin yang dibangun 1817, jumlah kamarnya sekitar 500 kamar. Tapi, sampai hari ini Bandung tidak ada menambah LP, jumlah kamarnya masih itu-itu juga. Dari segi makanan juga masih seperti itu, yaitu 225 kalori terdiri atas dua kali makan daging dalam seminggu, dua butir telur, ikan asin, sayur, dan buah.

Apa sesunggunguhnya tujuan pemasyarakatan?
Seseorang untuk menjadi baik itu tidak perlu waktu lama. Pada saat orang melakukan pembunuhan dan emosinya telah menurun, pasti dia menjadi orang normal. Setelah ditangkap, pasti muncul rasa penyesalannya. Kalau memang tujuannya agar orang itu menjadi baik, maka tidak perlu waktu yang lama. Hukuman kan untuk memenuhi rasa keadilan pada masyarakat.

Kalau koruptor, itu pintar-pintar, perlu waktu berapa lama mereka menjadi baik. Jika dihukum dua tahun, apa perlu waktu dua tahun untuk mereka menjadi baik kembali. Tujuan pemasyarakatan untuk kembali menjadi baik. Untuk membuat mereka bisa kembali ke masyarakat, tidak perlu waktu lama. Banyak sekali orang yang tanpa dimasukkan ke LP, sudah bisa kembali berinteraksi ke masyarakat, kalau memang itu tujuannya.

Diperlukan waktu lama penahanan, kalau memang kejahatannnya sudah menjadi profesi. Sebaliknya mereka yang akan menjadi lebih buruk, karena menghadapi berbagai keterbatasan yang ada di dalam LP sendiri.

Apa yang harus dilakukan untuk mengatasinya?
Penahanan terhadap orang dikurangi. Yang tidak perlu ditahan, tidak usah ditahan. Anak mencuri sandal di masjid tidaklah perlu ditahan. Kalau ini tidak dilakukan, maka penjara akan sesak. Dan kalau kondisi ini dibiarkan, maka telah terjadi pelanggaran HAM terstruktur. Secara sistematis hak-hak mereka di dalam LP sudah terampas.

Riwayat Hidup

Nama : Mashudi
Tempat/tgl lahir: Ngawi, 5 Juni 1952

Pendidikan:
Sarjana Muda, Akademi Ilmu Pemasyarakatan, 1977.
S1 STIA LAN, 1996
S2 STIA LAN, 2006
Sespati Polri, 2008.

Pekerjaan
1997 Kalapas Abepura
2000 Kalapas Padang
2002 Kalapas Cirebon
2004 Kalapas Bandung
2006 Inspektur Pemasyarakatan
2007 Direktur Bina Bimbingan Kemasyarakatan, Ditjen Pemasyarakatan
2009 Kakanwil Depkumham Sumatra Utara